Selasa, 19 Maret 2013

Sakit, bukan alasan



Ingat sehat sebelum sakit. Namun, bila sakit datang, Tetap tenang dan jangan meradang. Jangan sampai sakit menghambat aktifitas ibadah. Seperti kisah kesedihan Ibnu Mas’ud karena merasa belum optimal dalam ibadah, sehingga ketika sakit datang ia merasa sangat bersedih, sebab di waktu sakit lebih tidak bisa untuk banyak beribadah karena tubuhnya lemah, kondisinya terbatas dan darurat.
Namun, ketika sakit datang bukan berarti ibadah berhenti. Sama sekali tidak!. Justru sakit adalah ni’mat, ketika memaknainya sebagai istirahat, saat bermunajat, memperbanyak zikir, bermuhasabah, istighfar, pembersih dosa, bahkan bisa menjadi waktu yang epat untuk menghapal al-Qur’an. Karena al-Qur’an juga bisa sebagai obat menenangkan hati dan pikiran. 
Nah, agar ibadah kita tetap tegak, mesti dalam keadaan sakit, ada beberapa tatacara shalat ketika sedang sakit. berikut kita simak tatacaranya.
Tatacara bersuci bagi orang sakit:
1.       Ia wajib bersuci dengan air, berwudhu dari hadas kecil dan mandi dari hadas besar.
2.      Bila tidak mampu menggunakan air karena lemah, atau sakit bertambah parah, lama sembuhnya, ia bisa b ertayamum. Yakni menepukkan kedua tangan ke tanah yang suci sekali tepukan, mengusap muka, lalu mengusap tangan satu sama lain (ada yang berpendapat dua kali tepukan)
3.       Bila tidak bisa melakukannya sendiri, bisa dibantu oleh orang lain untuk wudhu atau tayamum.
4.      Pada bagian tubuh yang luka, bila takut bertambah luka, cukup diusap sekali usapan, yakni membasahi tangan dengan air lalu mengusapkannya. Bila masih membahayakan cukup dengan tayamum.
5.       Pada bagian tubuh yang di gips atau di perban, cukup mengusap diatas gips atau perban.
6.      Bisa melakukan dua shalat dengan satu kali tayamum jika yakin masih suci, dan bisa bertayamum lagi kalau sudah batal atau tidak yakin.
7.       Untuk shalat, wajib membersihkan badan dan pakaian dari segala najis sesuai kemampuan. Bila tidak mampu, bisa shalat dengan keadaan tersebut.
8.      Wajib shalat di tempat yang bersih dan suci. Bila tempatnya najis, wajib mencuci mengganti, atau menghampari dengan yang bersiih. Bila tidak mampu bisa shalat di atas tempat tersebut.
9.      Orang yang terkena penyakit besar, kencing terus menerus, ia tidak perlu berwudhu kecuali bila telah masuk waktu shalat. Ketika hendak shalat, ia mesti membasuh kemaluannya dan membalutnya agar tidak mengenai pakaian.
Tugas bagi keluarga yang sehat yang mendampingi adalah memotivasi, membimbing dan merawat serta menjaganya melakukn thaharoh (bersuci) sesuai kemampuan menurut aturan-Nya.
Disamping tatacar bersuci, ada juga tatacara shalat bagi yang sakit. karena sngat pentingnya shalat hingga akhir hayat. Kita perlu mengondisikan diri dan orangtua untuk tidak pernah meninggalkan shalat, meskipun dalam kondisi sakit. selama masih sadar, maka kewajiban shalat harus ditunaikan meski hanya engan isyarat. Berikut tatacaranya.
1.       Orang sakit wajib shalat fardhu dengan berdiri, mesti tidak tegak atau bersandar ke dinding atau tongkat.
2.      Jika tidak mampu berdiri, boleh shalat dengan duduk. Lebih utama duduk di atas kedua kaki pada tempat berdiri dan rukuknya.
3.       Jika tidak mampu shalat dengan duduk, boleh shalat dengan berbaring miring menghadap kiblat. Lebih utama berbaring di atas sisi kanan. Jika tidak mampu menghadap kiblat, ia bisa menghadap ke mana saja.
4.      Jika tidak mampu berbaring mirng, boleh shalat berbaring telentang dan mengarahkan kakinya ke kiblat. Lebih utama mengangkat kepalanya sedikit (dengan bantal, misalnya) sehingga bisa menghadap kiblat. Jika tidak mampu, lakukan sebisanya.
5.       Wajib melakukan ruku dan sujud dalam shalat. Jika tidak mampu, ia bisa mmengisyaratkan dengan kepalanya. Isyarat sujud lebih rendah daripada rukuknya. Jika bisa rukuk dan tidak  bisa sujud, maka ia rukuk dan mengisyaratkan sujud. Jika ia bisa sujud dan tak bisa rukuk maka sujudlah dan rukuk dengan isyarat.
6.      Jika tidak bisa melakukan isyarat dengan kepala, ia boleh mengisyaratka dengan mata. Memejamkan sedikit untuk rukuk, dan memejamkan lebih banyak saat sujud. Tidak dibenarkan secara fiqih menggunakan isyarat dengan jari.
7.       Jika tidak bisa isyarat dengan mata, bisa menggunakan isyarat dengan hati. Kalau bisa membaca dengan lisan lebih utama. Bila tidak mampu, maka bertakbir, membaca al-fatihah, membaca  do’a dan sebagainya bisa di hati.
8.      Sesuai kemampuan shalat tepat waktu. Bila tidak mampu, karena sering beser atau sebab lain, bisa menjamak Maghrib dengan Isya, Zuhur dengan Ashar. Sedangkan shalat subuh tidak bisa di jamak.
9.      Bila berobat melakukan perjalanan ke luar daerah atau keluar negeri, bisa diqasar  atau diringkas shalatnya yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Kecuali subuh tetap dua rakaat dan Magrib tetap tiga rakaat. 

0 komentar:

Posting Komentar