Ingat
sehat sebelum sakit. Namun, bila sakit datang, Tetap tenang dan jangan
meradang. Jangan sampai sakit menghambat aktifitas ibadah. Seperti kisah
kesedihan Ibnu Mas’ud karena merasa belum optimal dalam ibadah, sehingga ketika
sakit datang ia merasa sangat bersedih, sebab di waktu sakit lebih tidak bisa
untuk banyak beribadah karena tubuhnya lemah, kondisinya terbatas dan darurat.
Namun,
ketika sakit datang bukan berarti ibadah berhenti. Sama sekali tidak!. Justru
sakit adalah ni’mat, ketika memaknainya sebagai istirahat, saat bermunajat,
memperbanyak zikir, bermuhasabah, istighfar, pembersih dosa, bahkan bisa
menjadi waktu yang epat untuk menghapal al-Qur’an. Karena al-Qur’an juga bisa
sebagai obat menenangkan hati dan pikiran.
Nah,
agar ibadah kita tetap tegak, mesti dalam keadaan sakit, ada beberapa tatacara
shalat ketika sedang sakit. berikut kita simak tatacaranya.
Tatacara
bersuci bagi orang sakit:
1. Ia wajib bersuci dengan air, berwudhu
dari hadas kecil dan mandi dari hadas besar.
2. Bila tidak mampu menggunakan air
karena lemah, atau sakit bertambah parah, lama sembuhnya, ia bisa b ertayamum.
Yakni menepukkan kedua tangan ke tanah yang suci sekali tepukan, mengusap muka,
lalu mengusap tangan satu sama lain (ada yang berpendapat dua kali tepukan)
3. Bila tidak bisa melakukannya sendiri,
bisa dibantu oleh orang lain untuk wudhu atau tayamum.
4. Pada bagian tubuh yang luka, bila
takut bertambah luka, cukup diusap sekali usapan, yakni membasahi tangan dengan
air lalu mengusapkannya. Bila masih membahayakan cukup dengan tayamum.
5. Pada bagian tubuh yang di gips atau
di perban, cukup mengusap diatas gips atau perban.
6. Bisa melakukan dua shalat dengan satu
kali tayamum jika yakin masih suci, dan bisa bertayamum lagi kalau sudah batal
atau tidak yakin.
7. Untuk shalat, wajib membersihkan
badan dan pakaian dari segala najis sesuai kemampuan. Bila tidak mampu, bisa
shalat dengan keadaan tersebut.
8. Wajib shalat di tempat yang bersih
dan suci. Bila tempatnya najis, wajib mencuci mengganti, atau menghampari dengan
yang bersiih. Bila tidak mampu bisa shalat di atas tempat tersebut.
9. Orang yang terkena penyakit besar,
kencing terus menerus, ia tidak perlu berwudhu kecuali bila telah masuk waktu
shalat. Ketika hendak shalat, ia mesti membasuh kemaluannya dan membalutnya
agar tidak mengenai pakaian.
Tugas bagi keluarga yang sehat yang
mendampingi adalah memotivasi, membimbing dan merawat serta menjaganya melakukn
thaharoh (bersuci) sesuai kemampuan menurut aturan-Nya.
Disamping tatacar bersuci, ada juga
tatacara shalat bagi yang sakit. karena sngat pentingnya shalat hingga akhir
hayat. Kita perlu mengondisikan diri dan orangtua untuk tidak pernah
meninggalkan shalat, meskipun dalam kondisi sakit. selama masih sadar, maka
kewajiban shalat harus ditunaikan meski hanya engan isyarat. Berikut
tatacaranya.
1. Orang sakit wajib shalat fardhu
dengan berdiri, mesti tidak tegak atau bersandar ke dinding atau tongkat.
2. Jika tidak mampu berdiri, boleh
shalat dengan duduk. Lebih utama duduk di atas kedua kaki pada tempat berdiri
dan rukuknya.
3. Jika tidak mampu shalat dengan duduk,
boleh shalat dengan berbaring miring menghadap kiblat. Lebih utama berbaring di
atas sisi kanan. Jika tidak mampu menghadap kiblat, ia bisa menghadap ke mana
saja.
4. Jika tidak mampu berbaring mirng,
boleh shalat berbaring telentang dan mengarahkan kakinya ke kiblat. Lebih utama
mengangkat kepalanya sedikit (dengan bantal, misalnya) sehingga bisa menghadap
kiblat. Jika tidak mampu, lakukan sebisanya.
5. Wajib melakukan ruku dan sujud dalam
shalat. Jika tidak mampu, ia bisa mmengisyaratkan dengan kepalanya. Isyarat
sujud lebih rendah daripada rukuknya. Jika bisa rukuk dan tidak bisa sujud, maka ia rukuk dan mengisyaratkan
sujud. Jika ia bisa sujud dan tak bisa rukuk maka sujudlah dan rukuk dengan
isyarat.
6. Jika tidak bisa melakukan isyarat
dengan kepala, ia boleh mengisyaratka dengan mata. Memejamkan sedikit untuk
rukuk, dan memejamkan lebih banyak saat sujud. Tidak dibenarkan secara fiqih
menggunakan isyarat dengan jari.
7. Jika tidak bisa isyarat dengan mata,
bisa menggunakan isyarat dengan hati. Kalau bisa membaca dengan lisan lebih
utama. Bila tidak mampu, maka bertakbir, membaca al-fatihah, membaca do’a dan sebagainya bisa di hati.
8. Sesuai kemampuan shalat tepat waktu.
Bila tidak mampu, karena sering beser atau sebab lain, bisa menjamak Maghrib
dengan Isya, Zuhur dengan Ashar. Sedangkan shalat subuh tidak bisa di jamak.
9. Bila berobat melakukan perjalanan ke
luar daerah atau keluar negeri, bisa diqasar
atau diringkas shalatnya yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Kecuali
subuh tetap dua rakaat dan Magrib tetap tiga rakaat.
0 komentar:
Posting Komentar